Pemerintah resmi membebaskan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas 
 emas granula. Tujuannya, untuk mendorong pembangunan nasional dengan 
membatu ketersediaan emas granula sebab merupakan barang yang bersifat 
strategis.To get more news about 
Ekonomi Indonesia, you can visit wikifx.com official website.
 
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 
Tahun 2021 tentang Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis 
yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Belied ini ditandatangani 
Presiden RI Joko Widodo pada 28 Juni 2021, dengan masa berlaku per 
tanggal 28 Juli 2021.
 
  Pemerintah berhadap dengan diundangkannya beleid tersebut dapat 
meningkatkan daya saing industri emas batangan dan emas perhiasan dalam 
negeri karena emas granula merupakan bahan baku utama.
 
  “Tanpa kemudahan PPN tidak dipungut atas emas granula, industri emas 
batangan dan emas perhiasan lebih memilih untuk melakukan impor atas 
emas batangan karena atas impor emas batangan tidak dikenakan PPN,” 
demikian bagian penejelasan PP 70/2021.
 
  Adapun Pasal 1 ayat 2 menjelaskan, emas granula merupakan emas 
berbentuk butiran dengan kentuan memiliki ukuran diameter paling tinggi 7 
 milimeter. Kemudian memiliki kadar kemurnian 99,99% berdasarkan hasil 
uji menggunakan metode uji sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau 
terakreditasi London Bullion Market Association Good Delivery.
 
  Emas granula merupakan hasil produksi dan diserahkan oleh pemegang 
kontrak karya, pemegang izin usaha pertambangan, pemegang izin usaha 
pertambangan khusus, atau pemegang izin pertambangan rakyat kepada 
pengusaha yang memproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk utama 
berupa emas batangan dan/atau emas perhiasan.
 
  Namun demikian, apabila pengusaha kena pajak yang memproduksi emas 
granula memindahtangankan barang kena pajak itu, kepada pihak lain baik 
sebagian atau seluruhnya, wajib membayar PPN dan tidak dapat 
dikreditkan.
 
  Pembayaran PPN tersebut dilakukan paling lama satu bulan sejak emas 
granula tersebut dipindahtangankan. Jika melawati batas waktu itu, maka 
dikenakan sanksi administrasi.
 
  Hanya saja, kewajiban pembayaran PPN atas pengusaja kena pajak yang 
memindahtangankan emas granula bisa digugurkan, bila pemindahtanganan 
dilakukan dalam keadaan kahar.
 
  Sebagai informasi, beleid ini merupakan pembaruan atas aturan 
sebelumnya yakni PP Nomor 106 Tahun 2015. Sebab, aturan terdahulu 
mengatur hanya anode slime yang mendapatkan fasilitas PPN tersebut.
 
  Selain itu, dasar hukum diterbitkannnya PP 70/2021 yakni pasca 
diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta 
Kerja yang juga memasukan klausul penyerahan barang kena pajak tertentu 
yang besifat strategis untuk tidak dipungun PPN.
 
  Setali tiga uang, dengan diterbitkannya PP 70/2021, barang kena pajak 
bersifat strategis yang dikecualikan dari PPN yakni anode slime dan emas 
 granula.
 
  Tujuan dari beleid ini adalah untuk mendorong pembangunan nasional 
dengan membatu ketersediaan emas granula sebab merupakan barang yang 
bersifat strategis.
 
  “Pemberian kemudahan ini dalam rangka meningkatkan daya saing industri 
 emas batangan dan emas perhiasan dalam negeri karena anode slime dan 
emas granula termasuk bahan baku utama pembuatan emas batangan dan emas 
perhiasan,” sebagaimana dikutip dari penjelasan PP 70/2021.
 
  Dalam PP tersebut, pemerintah menyebut tanpa kemudahan pajak PPN atas 
emas granula, industri emas batangan dan emas perhiasan lebih memilih 
untuk melakukan impor emas batangan. Hal ini karena impor emas batangan 
tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.
 
  Sementara itu, penghasil emas granula lebih memilih untuk melakukan 
ekspor agar pajak masukan dapat dikreditkan. Penghasil emas granula juga 
 kesulitan untuk menjual emas granula di dalam negeri akibat masih 
dikenakan PPN.
 
  Dengan adanya kebijakan tersebut, tentu dapat memberikan ruang bagi 
emiten emas dalam beroperasi. Hal ini seiring dengan rendahnya biaya 
produksi.
 
  Untuk diketahui, sejumlah emiten masih melakukan pembelian bahan baku 
logam mulia dari pihak ketiga, salah satunya PT Aneka Tambang Tbk 
(ANTM). Sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan, ANTM membukukan 
biaya pembelian logam mulia senilai Rp 5,69 triliun. Jumlah ini porsinya 
 76% dari total beban pokok penjualan ANTM.